Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti
dorongan atau menggerakan. Motivasi (motivation).dari pengertian itu maka kita
bisa mengambil kesimpulan bahwa sesungguhnya motivasi adalah dorongan yang
menggerakan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas atau tindakan tertentu.
Dalam kehidupan, motivasi memiliki
peranan yang sangat penting karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia,supaya mau bekerja giat dan antusias
mencapai hasil yang optimal ( Hasibuan 2001 :141). Tanpa adanya motivasi dalam
diri seseorang maka dapat dipastikan bahwa orang itu tidak akan bergerak
sedikitpun dari tempatnya berada.
Begitupun dalam dunia kerja,
motivasi memegang peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan suatu
organisasi,sehebat apapun recana yang telah dibuat oleh manajemen apabila dalam
proses aplikasinya dilakukan oleh orang orang (karyawan) yang kurang atau
bahkan tidak memiliki motivasi yang kuat maka akan menyebabkan tidak terealisasinya
rencana tersebut. Dibawah ini merupakan definisi motivasi yang dikemukakan oleh
beberapa ahli:
Flipo dalam Hasibuan ( 2001 : 143
) mendefinisikan
bahwa”Direction or motivation is essence, it is a skill in aligning employee
and organization interest so that behavior result achievement of employee want
simultaneously with attainment or organizational objectives. (motivasi
adalah suatu keahlian, dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau
bekerja secara berhasil, sehingga keinginan para pegawai dan tujuan organisasi
sekaligus tercapai).
Sperling
dalam Mangkunegara (2005 : 93). mengemukakan bahwa “ Motive is defined as a tendency
to activit, started by a drive and ended by an adjustment. The adjustment is
said to satisfy the motive”. (motiv didefinisikan sebagai suatu
kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan di dalam diri (drive)
dan diakhiri dengan penyesuaian diri. (Penyesuaian diri dikatakan untuk
Memuaskan motiv).
Berelson dan Stainer dalam Koontz,O’Donnell,
Weihrich (1993:124). mendefinisikan
sebagai berikut : Istilah motip sebagai suatu keadaan di dalam diri seseorang
(inner state) yang mendorong, mengaktifkan, atau menggerakan (karenanya
motivasi) ,dan yang menggerakan atau menyalurkan prilaku ke arah tujuan ,dengan
kata lain “Motivasi adalah istilah umum yang mencakup keseluruhan golongan
dorongan, keinginan, kebutuhan, dan daya yang sejenis.
Dengan menyatakan bahwa para manejer memotivasi bawahan
berarti mereka melakukan hal hal yang diharapkan dapat memuaskan dorongan dan
keinginan tersebut sehingga menimbulkan dorongan bagi bawahan untuk bertindak
sesuai dengan yang diinginkan.
Koontz, O’Donnell, Weihrich
(1993:115&117) sendiri
menyatakan bahwa: Motivasi merupakan sutu rantai reaksi yang diawali dengan adanya
kebutuhan yang menimbulkan keinginan atau upaya mencapai tujuan yang
selanjutnya mencapai tensi (ketegangan ) (yaitu keinginan yang belum terpenuhi
yang kemudian menyebabkan timbulnya tindakan yang mengarah kepada tujuan dan
akhirnya memuaskan keinginan Ia juga mengatakan bahwa Motivasi mengacu pada
dorongan dan upaya untuk memuaskan suatu keinginan atau tujuan.
Vroom dalam Koontz, O’Donnell , Weihrich
(1993:124) mengemukakan
bahwa: Motivasi seseorang ke arah tindakan pada suatu waktu tertentu ditentukan
oleh antisipasinya terhadap nilai dari hasil tindakan itu (Baik negatif maupun
positif) yang digandakan oleh harapan orang yang bersangkutan bahwa hasil
tersebut akan mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Gibson,Ivancevich,Donnelly (1996 : 185) menyatakan bahwa Motivasi merupakan
konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan dorongan yang timbul pada
atau dalam seorang individu yang menggerakan dan mengarahkan prilaku.
Hani Handoko (2003 :252)yang mengartikan Motivasi sebagai
keadaan dalam diri pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
(Robbin,2003 :208)Berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai manusia termotivasi oleh kebutuhan yang dimilikinya hal ini sejalan
dengan Pendapat Robin yang mengemukakan bahwa Motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan
individual.
(Baron dalam Mangkunegara 2005 :
93).Mendefinisikan Bahwa’ Motivasi
adalah merupakan proses pemberian dorongan kepada anak buah supaya anak buah
dapat bekerja sejalan dengan batasan yang diberikan guna mencapai tujuan
organisasisecara optimal (Sulistiyani dan Rosidah 2003 : 58). Motivasi dapat
pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri (drive
arousal)
MOTIVASI
YANG HARUS DIBENTUK DALAM PERUSAHAAN
Motivasi berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang.
Memotivasi diri apalagi memotivasi orang lain atau bawahan bukanlah pekerjaan
yang mudah. Rutinitas pekerjaan sering dialami sebagai kejenuhan mendalam yang
dapat menurunkan motivasi berprestasi. Hal ini diperparah pula dengan kondisi
kerja yang tidak mendukung. Dalam memotivasi seseorang maupun bawahan di
dalam perusahaan, manajer atau pimpinan berhadapan dengan dua hal yang
mempengaruhi orang dalam pekerjaan yaitu kemauan dan kemampuan. Kemauan dapat
diatasi dengan pemberian motivasi, sedangkan kemampuan dapat diatasi dengan
mengadakan diklat. Motif cenderung menurun kekuatannya apabila sudah terpenuhi
atau terhambat pemenuhannya. Pemuasan terhadap suatu kebutuhan terhambat dan
orang itu kemudian putus asa (frustrasi). Tetapi ada pula yang ulet untuk
mengatasi hambatan itu dan akhirnya berhasil.
Dalam pengertian yang lebih umum Hoy dan Miskel (1987)
mengemukakan motivasi mengacu pada proses menentukan pilihan seorang individu
di antara berbagai bentuk aktivitasnya yang bersifat sukarela. Dalam hubungan
ini Luthans (1981) menyatakan bahwa motivasi dapat berarti kebutuhan, keinginan
maupun dorongan. Bertolak dari hal-hal di atas, jelaslah motivasi memegang
peranan penting dalam bekerja di suatu perusahaan. Orang yang bermotivasi
tinggi akan berusaha sekuat tenaga untuk mengerjakan tugasnya sehingga mencapai
hasil yang maksimal.
Teori-Teori
Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai
kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam
diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu
(motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki
individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya,
baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian
tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya
pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin
Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu
dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya:
1. durasi kegiatan
2. frekuensi kegiatan
3. persistensi pada kegiatan
4. ketabahan, keuletan dan kemampuan
dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan
5. devosi dan pengorbanan untuk
mencapai tujuan
6. tingkat aspirasi yang hendak dicapai
dengan kegiatan yang dilakukan
7. tingkat kualifikasi prestasi atau
produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan
8. arah sikap terhadap sasaran kegiatan
Untuk memahami tentang motivasi,
kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
1. teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan)
2. teori McClelland (Teori Kebutuhan
Berprestasi)
3. teori Clyton Alderfer (Teori ERG)
4. teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
5. teori Keadilan
6. Teori penetapan tujuan
7. Teori Victor H. Vroom (teori
Harapan)
8. teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku
9. teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi
Teori
Motivasi
Teori motivasi yang dikembangkan
oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia
mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1. kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
2. kebutuhan rasa aman (safety needs),
tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual;
3. kebutuhan akan kasih sayang (love
needs);
4. kebutuhan akan harga diri (esteem
needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
5. aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori
Kebutuhan)
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut
pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan
cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan
yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder.
Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa
dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan
makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami
“koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat
diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya
ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada
pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa
pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan
“koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan
karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai,
memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai
rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan
bahwa :
·
Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang
akan datang;
·
Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
·
Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu
kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan
kebutuhan itu
Kendati pemikiran Maslow tentang
teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan
fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi
pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif..2. Teori McClelland
(Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang
teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang
menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan
seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan
kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi
obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi.
Mencapai performa puncak untuk diri
sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
1. sebuah preferensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
2. menyukai situasi-situasi di mana
kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena
faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya
3. menginginkan umpan balik tentang
keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi
rendah
3. Teori Clyton Alderfer (Teori
“ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan
akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R
= Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth
(kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut
didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat
persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer.
Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua
dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self
actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai
jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila
teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
1. Makin tidak terpenuhinya suatu
kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
2. Kuatnya keinginan memuaskan
kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah
telah dipuaskan;
3. Sebaliknya, semakin sulit memuaskan
kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah
memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud
faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud
dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong
sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan
yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang
lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami
dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana
yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat
intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
5. Teori Keadilan
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada
pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha
yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya,
apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
1. Seorang akan berusaha memperoleh imbalan
yang lebih besar, atau
2. Mengurangi intensitas usaha yang
dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu,
seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
1. Harapannya tentang jumlah imbalan
yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti
pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
2. Imbalan yang diterima oleh orang
lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama
dengan yang bersangkutan sendiri;
3. Imbalan yang diterima oleh pegawai
lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
4. Peraturan perundang-undangan yang
berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai
dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian
harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi
meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul
berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat
kemangkiran yang tinggi, sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas,
seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal
setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam
penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a)
tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c)
tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang
strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan
tentang model instruktif tentang penetapan tujuan
7. Teori Victor H. Vroom (Teori
Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang
berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya
sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu
hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan
bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat
sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan
harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat
terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para
praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik
tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para
pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara
yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap
penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu
mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk
memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi
yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi
karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang
bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh
persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan
organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula
oleh berbagai konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya,
dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan
pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah
seorang juru tik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu
singkat. Juru tik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut
berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut
menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja
lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan
keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga
kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai
konsekwensi positif lagi di kemudian hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang
pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya,
mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan
kemungkinan dikenakan sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai
tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada
waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa
tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan
menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai
kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan
di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori
yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang
individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal
maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah :
1. persepsi seseorang mengenai diri
sendiri
2. harga diri
3. harapan pribadi
4. kebutuhaan
5. keinginan
6. kepuasan kerja
7. prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah :
1. jenis dan sifat pekerjaan
2. kelompok kerja dimana seseorang
bergabung
3. organisasi tempat bekerja
4. situasi lingkungan pada umumnya
5. sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
REFERENSI
:
http://argamahadika.blogspot.com/2012/05/motivasi-dalam-organisasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar