Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah
ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi
yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan
atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai
atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota
organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain.
Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak
dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak
lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting.
Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada
apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain
dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada, bila tujuan pihak- pihak yang
terlibat adalah tidak sesuai tetapi pihak- pihak tersebut tidak dapat saling
mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaing untuk memenuhi
target, bila tidak ada kesempatan untuk mengganggu pencapaian tujuan pihak
lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesempatan untuk mengganggu
dan kesempatan tersebut digunakan, maka akan timbul konflik.
Kerjasama(kooperasi) terjadi bila dua pihak atau lebih
bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Konflik dan kooperasi dapat
terjadi bersamaan. Lawan kata kooperasi bukan konflik, tetapi kurangnya
kooperasi (kerjasama). Sebagai contoh, dua pihak setuju pada tujuan,tetapi
tidak setuju dengan cara pencapaian tujuan tersebut. Manajemen konflik berarti
bahwa para manajer harus berusaha menemukan cara untuk menyeimbangkan konflik
dan kooperasi.
Jenis- Jenis Konflik
Ada
lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu:
1.
Konflik
dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi
ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila
berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu
diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2.
Konflik
antar individu dalam organisasi yang sama. Hal ini sering disebabkan oleh
perbedaan- perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik
antar peranan seperti antara manajer dan bawahan.
3.
Konflik
antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, seperti
seorang individu dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena
melanggar norma- norma kelompok.
4.
Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama. Karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
5.
Konflik
antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya
pengembangan produk baru, teknologi, harga- harga lebih rendah, dan penggunaan
sumber daya yang lebih efisien.
Sumber- Sumber Konflik
Faktor-
faktor penyebab konflik beraneka ragam, yaitu:
1.
Komunikasi:
pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi
yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2.
Struktur:
Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan- kepentingan atau
sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang
terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok- kelompok kegiatan
kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3.
Pribadi:
ketidaksesuaian tujuan atau nilai- nilai social pribadi karyawan dengan
perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai- nilai
atau persepsi.
4.
Kelangkaan
sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi
yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas.
5.
Saling
ketergantungan pekerjaan.
6.
Ketergantungan
pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu
arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih
tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk
bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.
7.
Ketidakjelasan
tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang
tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak
atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan masing-
masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat menimbulkan
konflik.
8.
Ketidakterbukaan
terhadap satu sama lain
9.
Ketidaksalingpercaya
antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.
10.
Ketidakjelasan
pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan
pembagian tugas.
11.
Kelompok
pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya.
12.
Adanya
asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan
tidak dapat atau sulit diserasikan.
Strategi Penyelesaian Konflik
Mengendalikan
konflik berarti menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan
organisasi sehingga dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika
organisasi yang optimal. Namun bila konflik telah terlalu besar dan
disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain dengan
cara :
- Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
- Meminimalkan kondisi ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau lebih unit kerja.
- Memperbesar sumber-sumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
- Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar kepentingan yang sama.
- Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat keputusan.
- Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
- Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
- Me-redesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas jasa.
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar